Jumat, 19 Februari 2010

tugas individu 1


BAHKAN MELALUI TUSUK GIGI DAN SATE PUN, PROSES BELAJAR TETAP MENGALIR.

Aktivitas kerja manusia sehari-hari tidak lepas akan lepas dari pendidikan. Begitu juga dalam kegiatan kelompok yang telah dilakukan, kami mengalami proses belajar. Siapa yang menyangka, kami diberikan 5 batang tusuk gigi dan 5 batang tusuk sate untuk membuat kerangka bintang. Padahal, awalnya banyak dugaan lucu yang sempat terlintas di pikiran kelompok ketika menerima tusuk-tusuk tersebut. Menurut Degeng (1997), belajar adalah pengaitan pengetahun baru pada stuktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar. Dimana kita akan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki dan tersimpan di memori dan menggunakannya untuk menyelesaikan masalah. Ketika mengerjakan tugas kelompok yang diberikan, kami memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan yang kami miliki untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Untuk membentuk bintang dari 5 batang tusuk gigi dan 5 batang tusuk sate bukanlah hal yang mudah. Buktinya dari 5 kelompok yang ada, tak ada kelompok yang dapat menyelesaikan tugas tersebut dalam waktu yang singkat. Semuanya membutuhkan waktu untuk memahami, menganalisis, bahkan mengevaluasi. Dalam proses belajar ini, ada beberapa landasan yang dapat diuraiakan.

  1. Landasan Filosofis dalam Pendidikan

Banyak ahli yang mengungkapkan tentang filsafat itu sendiri. Dari beberapa pandangan, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat mencoba untuk mengintegrasikan pengetahuan yang dimiliki dari berbagai pengalaman untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya. manfaat dari filosofi pendidikan tetap terasa ketika proses berlangsung. Ketika menemukan masalah bagaimana caranya membuat agar setiap tusuk saling menyokong, kelompok mulai berpikir kritis. Mulai untuk mencoba banyak cara, dari yang tidak berhasil sama sekali hingga cara yang berhasil. Semua memikirkan titik-titik pada tusuk-tusuk tersebut sebagai titik kekuatannya. Filsafat pendidikan sangat erat hubungannya dengan teori dan praktek. Setiap kelompok mempunyai banyak pengetahuan dari pengalaman yang telah dialami dan mengingatnya untuk digunakan sebagai pemecah masalah tersebut. Kelompok menganalisis setiap cara yang yang dikumpulkan, memilih cara yang diduga akan berhasil, kemudian dibuktikan hingga akhirnya ditemukan cara yang berhasil membuat kerangka bintang itu jadi.

Meskipun penentuan titik kekuatan itu belum sempurna dan cara tersebut hanya dapat dilakukan untuk tusuk sate yang memang ukurannya lebih panjang dari tusuk gigi yang pendek. Dalam hal ini, proses belajar muncul ketika menemukan cara yang salah, tidak akan digunakan lagi untuk menyelesaikan masalah.

  1. Landasan Psikologis dalam Pendidikan

Dalam psikologi, tugas perkembangan dapat didefenisikan sebagai suatu tugas yang timbul pada periode tertentu dalam kehidupan individu. Apabila individu berhasil mencapai tugas tersebut maka akan memberikan kebahagiaan dan keberhasilan untuk menyelesaikan tugas perkembangan berikutnya, dan sebaliknya. Setiap anggota kelompok rata-rata berumur 18 tahun ke atas. Dalam psikologi pada usia ini salah satu istilah oleh Erikson yang dikenal adalah intimacy yang merupakan fase yang bentuknya seperti mengungkapkan cita-cita, kepemimpinan, perjuangan, dan persaingan.

Secara psikologis,dalam mengerjakan tugas kelompok tersebut juga terjadi proses belajar. Ketika mulai mengerjakan tugas tersebut, terlihat karakter, kecakapan, dan cara berpikir dari tiap individu yang berbeda-beda. Kami belajar untuk mengenali perilaku dan cara kerja teman-teman dalam kelompok, agar masing-masing individu nantinya dapat terbiasa bekerja sama dengan teman-teman kelopompoknya. Terbiasa untuk saling menerima, menanggapi, menghargai, hingga menggabungkan ide-ide dari teman-temannya, Sehingga pada akhirnya, tugas-tugas tersebut dapat dengan mudah dikerjakan jika dikerjakan dengan orang-orang yang mulai kita kenal, baik kemampuan kognitifnya, afektifnya bahkan psikomotornya.

  1. Landasan Sosiobudaya dalam Pendidikan

Sejak lahirnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling bergantung satu sama lain dengan potensi untuk beradaptasi dan berinteraksi. Dalam proses pengerjaan tugas membuat kerangka bintang ini pun, kelompok mengalami proses belajar dari sudut sosial. Anggota kelompok harus saling berinteraki untuk menyampaikan dan menanggapi pendapat rekan-rekannya. Ketika ingatan tentang membuat kerangka bintang dari generasi sebelumnya misalnya dari orang tua, kakek nenek ataupun keluarga yang lain muncul, cara tersebut diungkapkan dan mulai dipelajari dan dibuktikan. Jika tidak berhasil maka akan dimodifikasi untuk menemukan cara yang baru. Adanya kebiasaan dalam keluarga yang ditunjukkan, merupakan hasil budaya yang dapat dipelajari untuk menyelesaikan masalah dengan pemecah yang baru. sebagai generasi muda, setiap anggota kelompok berusaha mengeluarkan ide-ide baru.

Nama : Erika Gresia S Sihombing

Tanggal penyelesaian : 20 Februari 2010 (pukul 01.36 wib)

Sumber referensi

Salam, H. Burhanuddin. 2002. Pengantar Paedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Riyanto, H. Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.


BAHKAN MELALUI TUSUK GIGI DAN SATE PUN, PROSES BELAJAR TETAP MENGALIR.

Aktivitas kerja manusia sehari-hari tidak lepas akan lepas dari pendidikan. Begitu juga dalam kegiatan kelompok yang telah dilakukan, kami mengalami proses belajar. Siapa yang menyangka, kami diberikan 5 batang tusuk gigi dan 5 batang tusuk sate untuk membuat kerangka bintang. Padahal, awalnya banyak dugaan lucu yang sempat terlintas di pikiran kelompok ketika menerima tusuk-tusuk tersebut. Menurut Degeng (1997), belajar adalah pengaitan pengetahun baru pada stuktur kognitif yang sudah dimiliki si belajar. Dimana kita akan menghubungkan pengetahuan-pengetahuan yang kita miliki dan tersimpan di memori dan menggunakannya untuk menyelesaikan masalah. Ketika mengerjakan tugas kelompok yang diberikan, kami memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan yang kami miliki untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Untuk membentuk bintang dari 5 batang tusuk gigi dan 5 batang tusuk sate bukanlah hal yang mudah. Buktinya dari 5 kelompok yang ada, tak ada kelompok yang dapat menyelesaikan tugas tersebut dalam waktu yang singkat. Semuanya membutuhkan waktu untuk memahami, menganalisis, bahkan mengevaluasi. Dalam proses belajar ini, ada beberapa landasan yang dapat diuraiakan.

  1. Landasan Filosofis dalam Pendidikan

Banyak ahli yang mengungkapkan tentang filsafat itu sendiri. Dari beberapa pandangan, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat mencoba untuk mengintegrasikan pengetahuan yang dimiliki dari berbagai pengalaman untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya. manfaat dari filosofi pendidikan tetap terasa ketika proses berlangsung. Ketika menemukan masalah bagaimana caranya membuat agar setiap tusuk saling menyokong, kelompok mulai berpikir kritis. Mulai untuk mencoba banyak cara, dari yang tidak berhasil sama sekali hingga cara yang berhasil. Semua memikirkan titik-titik pada tusuk-tusuk tersebut sebagai titik kekuatannya. Filsafat pendidikan sangat erat hubungannya dengan teori dan praktek. Setiap kelompok mempunyai banyak pengetahuan dari pengalaman yang telah dialami dan mengingatnya untuk digunakan sebagai pemecah masalah tersebut. Kelompok menganalisis setiap cara yang yang dikumpulkan, memilih cara yang diduga akan berhasil, kemudian dibuktikan hingga akhirnya ditemukan cara yang berhasil membuat kerangka bintang itu jadi.

Meskipun penentuan titik kekuatan itu belum sempurna dan cara tersebut hanya dapat dilakukan untuk tusuk sate yang memang ukurannya lebih panjang dari tusuk gigi yang pendek. Dalam hal ini, proses belajar muncul ketika menemukan cara yang salah, tidak akan digunakan lagi untuk menyelesaikan masalah.

  1. Landasan Psikologis dalam Pendidikan

Dalam psikologi, tugas perkembangan dapat didefenisikan sebagai suatu tugas yang timbul pada periode tertentu dalam kehidupan individu. Apabila individu berhasil mencapai tugas tersebut maka akan memberikan kebahagiaan dan keberhasilan untuk menyelesaikan tugas perkembangan berikutnya, dan sebaliknya. Setiap anggota kelompok rata-rata berumur 18 tahun ke atas. Dalam psikologi pada usia ini salah satu istilah oleh Erikson yang dikenal adalah intimacy yang merupakan fase yang bentuknya seperti mengungkapkan cita-cita, kepemimpinan, perjuangan, dan persaingan.

Secara psikologis,dalam mengerjakan tugas kelompok tersebut juga terjadi proses belajar. Ketika mulai mengerjakan tugas tersebut, terlihat karakter, kecakapan, dan cara berpikir dari tiap individu yang berbeda-beda. Kami belajar untuk mengenali perilaku dan cara kerja teman-teman dalam kelompok, agar masing-masing individu nantinya dapat terbiasa bekerja sama dengan teman-teman kelopompoknya. Terbiasa untuk saling menerima, menanggapi, menghargai, hingga menggabungkan ide-ide dari teman-temannya, Sehingga pada akhirnya, tugas-tugas tersebut dapat dengan mudah dikerjakan jika dikerjakan dengan orang-orang yang mulai kita kenal, baik kemampuan kognitifnya, afektifnya bahkan psikomotornya.

  1. Landasan Sosiobudaya dalam Pendidikan

Sejak lahirnya, manusia adalah makhluk sosial yang saling bergantung satu sama lain dengan potensi untuk beradaptasi dan berinteraksi. Dalam proses pengerjaan tugas membuat kerangka bintang ini pun, kelompok mengalami proses belajar dari sudut sosial. Anggota kelompok harus saling berinteraki untuk menyampaikan dan menanggapi pendapat rekan-rekannya. Ketika ingatan tentang membuat kerangka bintang dari generasi sebelumnya misalnya dari orang tua, kakek nenek ataupun keluarga yang lain muncul, cara tersebut diungkapkan dan mulai dipelajari dan dibuktikan. Jika tidak berhasil maka akan dimodifikasi untuk menemukan cara yang baru. Adanya kebiasaan dalam keluarga yang ditunjukkan, merupakan hasil budaya yang dapat dipelajari untuk menyelesaikan masalah dengan pemecah yang baru. sebagai generasi muda, setiap anggota kelompok berusaha mengeluarkan ide-ide baru.

Nama : Erika Gresia S Sihombing

Tanggal penyelesaian : 20 Februari 2010 (pukul 01.36 wib)

Sumber referensi

Salam, H. Burhanuddin. 2002. Pengantar Paedagogik (Dasar-Dasar Ilmu Mendidik). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Riyanto, H. Yatim. 2009. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana.

Tidak ada komentar: